Ketua SATMA DPD AMPI Paluta; Nilai RKUHP Mencederai & Mendegradasi Demokrasi

fokusliputan.com_ Baru- baru ini publik di hebohkan dengan kabar akan di sahkannya Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada bulan Juli mendatang.

Ketua SATMA DPD AMPI ( Angkatan Muda Pembaruan Indonesia ) Padang Lawas Utara Herman Rambe, menilai RKUHP terkesan Kontroversial dan berbias mendegradasi demokrasi di Indonesia.

Dalam draf RKUHP versi September 2019 yang dapat diakses publik, terdapat beberapa pasal kontroversial yang dinilai akan mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Menurut Herman, Yang Paling Kontroversial dalam RKUHP ini adalah pasal 218 ayat 1, pasal 240-241 dan pasal 354. Pasal 218 ayat 1 yang berbunyi, Setiap warga negara di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Lanjutnya; Pasal 240-241 RUU KUHP mengancam pidana penjara maksimal 3 tahun bagi setiap orang yang menghina pemerintah yang sah di muka umum yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dan Pasal 354 mengancam pidana 2 (dua) Tahun Penjara atau pidana denda paling banyak katogori III siapapun yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebar luaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara.

“lalu apa yang membedakan antara pasal ini dengan pasal 310 KUHPidana yaitu pasal pencemaran nama baik yang di tunjukan secara personalitas seseorang”, ucap Herman dalam keterangan tertulis yang diterima tim fokus liputan Kamis, (23/6)

Herman mengatakan, “Presiden atau Kepala Daerah baik Gubernur, Walikota atau Bupati itu adalah institusi, bukan makhluk hidup yang punya hati dan perasaan”,

Pasal Penghinaan Presiden atau pemerintah berpeluang menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan, dan ekspresi sikap”, pungkasnya.

“Redaksi Penghinaan memiliki makna yang sangat luas, yang bisa disalahgunakan siapa saja untuk mempidanakan para aktivis yang mengkritik kebijakan pemerintah, artinya hal ini semacam upaya pembungkaman terhadap kebebasan menyuarakan pendapat,” 

Padahal, menurut Herman , kritik itu menyehatkan demokrasi dan merupakan bagian dari checks and balances dalam negara demokrasi. 

Lebih lanjut, Herman meminta pemerintah dan DPR untuk tidak tergesa-gesa dalam membahas RKUHP dan melibatkan publik dalam pembahasannya.

fokusliputan.com/Yusran H Regar